Sabtu, 30 Oktober 2010

Strategy of Information Integration

Tuntutan globalisasi dan persaingan bebas serta terbuka yang terjadi dewasa ini secara langsung telah memaksa berbagai organisasi komersial (perusahaan) maupun non komersial (pemerintah) untuk menata ulang platform organisasinya. Berbagai inisiatif strategi dikeluarkan oleh sejumlah praktisi organisasi yang masing-masing mengarah pada keinginan untuk berkolaborasi atau bekerjasama untuk menyusun kekuatan dan keunggulan baru dalam bersaing. Terkait akan hal tersebut, sejumlah fenomena yang muncul akhir-akhir ini diantaranya adalah : 
  1. Terjadinya merger atau akuisisi antar dua atau sejumlah organisasi dalam berbagai industri vertikal, seperti : perbankan, asuransi, manufaktur, pendidikan , dan sebagainya. 
  2. Restrukturisasi korporasi yang dilakukan dengan mengubah pola relasi anak perusahaan dalam sebuah konsorsium grup usaha. 
  3. Strategi kerja sama berbagai institusi pemerintah secara lintas sektoral untuk meningkatkan kinerja birokrasi. 
  4. Tuntutan mitra usaha baik dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kualitas aliansi dan kolaborasi , dan sebagainya.
Dengan terjadinya berbagai fenomena tersebut diatas secara tidak langsung memberikan dampak bagi manajemen organisasi, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber dayanya masing-masing. Beragam tuntutan yang bermuara pada keinginan untuk ”mengintegrasikan” secara fisik maupun relasi dua atau lebih organisasi tersebut bermuara pada kebutuhan melakukan upaya ”sharing” atau berbagi sejumlah sumber daya data dan informasi (maupun pengetahuan) yang dimiliki oleh sesama organisasi.
Artinya, dua atau lebih sistem informasi yang ada harus diupayakan untuk ”diintegrasikan”. Terkait akan hal tersebut, pengalaman membuktikan bahwa proses yang terjadi tidak sesederhana yang dipikirkan. Lamanya proses integrasi dan sering gagalnya usaha tersebut menggambarkan tingkat kesulitan atau kompleksitas usaha integrasi yang dimaksud. Banyak kalangan praktisi menilai bahwa masalah utama yang dihadapi bukanlah karena kendala teknis, namun lebih banyak didominasi oleh hal-hal yang non teknis. Tidak banyak pihak yang mampu mencari jalan keluar dalam menghadapi kenyataan ini.

Metodologi Sebagai Bahasa Bersama
Dengan mempelajari sejumlah ilmu perilaku organisasi, jalan buntu politisasi tersebut dapat dipecahkan dengan menggunakan sebuah metodologi yang disusun berdasarkan fenomena resistensi yang kebanyakan disebabkan karena hal-hal berikut ini : 
  1. Ego sektoral organisasi yang sangat tinggi sehingga menutup kemungkinan untuk mau diatur atau bekerjasama dengan organisasi lain (kecuali yang bersangkutan menjadi pemimpin konsorsium); 
  2. Anggapan bahwa sistem informasi merekalah yang terbaik dibandingkan dengan yang dimiliki oleh pihak-pihak mitra lainnya; 
  3. Konteks kepentingan yang berbeda pada setiap organisasi sehingga sulit dicari titik temu yang memungkinkan untuk melakukan integrasi secara cepat; 
  4. Saling berebut untuk menjadi pimpinan tim integrasi dalam sebuah konsorsium kerja sama; 
  5. Ketidakinginan untuk saling membagi data, informasi, maupun pengetahuan yang dimiliki karena akan dianggap mengurangi keunggulan kompetitif individu maupun organisasi; 
  6. Ketidaktahuan harus memulai usaha integrasi dari mana sehingga kondusif untuk dilakukan sejumlah pihak terkait; dan lain sebagainya.
Pendekatan yang dimaksud adalah dengan menggunakan metodologi yang menekankan pada evolusi pelaksanaan enam tahap integrasi seperti yang dijelaskan berikut ini.
(Gambar evolusi strategi informasi)
Tahap I: Eksploitasi Kapabilitas Lokal
Melakukan pengembangan maksimal terhadap kapabilitas sistem informasi masing-masing organisasi.
Tahap II: Lakukan Integrasi Tak Tampak
Dalam tahap ini, cetak biru arsitektur masing-masing sistem informasi dapat mulai saling diperkenalkan dan dipertukarkan.
Tahap III: Kehendak Berbagi Pakai
Melakukan evaluasi seberapa efisien dan optimum solusi tersebut berhasil dibangun terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan beraneka ragam sumber daya organisasi.
Tahap IV: Redesain Arsitektur Proses
Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi secara lebih jauh, yaitu dengan memperhatikan nilai dari pemegang kepentingan utama dari seluruh organisasi yang berkolaborasi.
Tahap V: Optimalkan Infrastruktur
Optimalisasi arsitektur sistem informasi terintegrasi yang dimiliki agar sistem informasi organisasi dapat menghasilkan sistem dengan komponen-komponen yang lengkap.
Tahap VI: Transformasi Organisasi
Terciptanya berbagai macam hal baru yang menggantikan sesuatu yang telah lama dianut, misalnya:
  1. Transformasi dari organisasi berbasis struktur dan fungsi menjadi organisasi berbasis proses;
  2. Transformasi dari organisasi berbasis sumber daya fisik menjadi organisasi berbasis pengetahuan;
  3. Transformasi dari organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan internal
  4. menjadi organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan eksternal;
  5. Transformasi dari organisasi berbasis rantai nilai fisik menjadi organisasi berbasi rantai nilai virtual; dan lain sebagainya.

Tahapan Setelah Integrasi
Suatu proses integrasi yang terjadi merupakan sebuah strategi transisi yang terjadi secara alami, bukan dipaksakan oleh satu atau dua kubu kepentingan tertentu. Hal inilah yang sebenarnya menjadi kunci untuk melumerkan ketegangan politis yang terjadi dalam setiap proyek penggabungan atau kolaborasi sistem informasi. Setelah melalui proses evaluasi dan pembelajaran yang  terjadi secara kontinyu dan berkesinambungan, maka akan terciptalah sebuah siklus hidup yang tidak berkesudahan yang sejalan dengan keinginan setiap organisasi untuk selalu memperbaiki kinerjanya dari waktu ke waktu.





Sumber :

http://www.batan.go.id/sjk/eII2006/Page02/P02h.pdf
http://www.tekbar.net/id/cost-and-investment/based-on-e-commerce-supply-chain-integration.html
http://www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar